A. Definisi
Asertif berasal dari kata asing to assert yang berarti menyatakan dengan
tegas. Menurut Lazarus (Fensterheim, l980), pengertian perilaku asertif
mengandung suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul
karena adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara
lain meliputi : menyatakan hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan
hak tersebut, melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan
emosi. Sedangkan Taumbmann (l976) menyatakan bahwa asertif adalah suatu
pernyataan tentang perasaan, keinginan dan kebutuhan pribadi kemudian
menunjukkan kepada orang lain dengan penuh percaya diri. Alberti dan Emmons
(Gunarsa, S.D. l98l) mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku asertif
adalah mereka yang menilai bahwa orang boleh berpendapat dengan orientasi dari
dalam, dengan tetap memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak orang lain. Mereka
umumnya memiliki kepercayaan diri yang kuat. Menurut Rathus (l986) orang
yang asertif adalah orang yang mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh,
menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun
meremehkan orang lain. Orang asertif mampu menyatakan perasaan dan
pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain.
Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang
diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap
menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap
asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam
mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada
maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya.
Fensterheim menyatakan bahwa seseorang dikatakan asertif hanya jika
dirinya mampu bersikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran
dan pandangannya pada pihak lain sehingga tidak merugikan atau mengancam
integritas pihak lain.
Baer menyatakan bahwa asertivitas merupakan kemampuan seseorang untuk dapat
mengemukakan pendapat, saran, dan keinginan yang dimiliknya secara langsung,
jujur dan terbuka pada orang lain. Orang yang memiliki sikap asertif adalah
orang yang memiliki keberanian untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan
hak-hak pribadinya, serta tidak menolak permintaan-permintaan yang tidak
beralasan. Asertif bukan hanya berarti seseorang dapat bebas berbuat sesuatu
seperti yang diinginkannya, juga di dalam asertivitas terkandung berbagai
pertimbangan positif mengenai baik dan buruknya suatu sikap dan perilaku yang
akan dimunculkan.
Periaku asertif merupakan pengembangan pribadi yang positif. Tercapainya
pembentukan pribadi yang asertif akan mengantar seseorang pada eksistensi diri
yang secara mental mantap dan seimbang. Menurut Docker (1990), perilaku asertif
merupakan perilaku yang jujur (terus terang), langsung dan ekspresi yang penuh
penghargaan terhadap pikiran, perasaan, dan keinginan dengan mempertimbangkan
perasaan dan hak-hak orang lain. Inti dari perilaku asertif adalah (1)
mempertahankan hak, (2) mengekspresikan diri, (3) langsung, terbuka dan jujur,
dan (4) menghargai hak orang lain.
B. Perbedaan antara perilaku asertif, agresif dan non asertif
Perilaku asertif, sangat berbeda dengan perilaku agresif dan perilaku
non asertif, hanya saja perilaku asertif berada pada posisi di antara dua
perilaku ekstrim, yakni antara perilaku agresif dan perilaku non asertif.
Inti dari perilaku asertif adalah berkomunikasi secara langsung dan jujur.
Perilaku agresif adalah menguasai atau mendominasi dan inti perilaku non
asertif adalah menghindari konflik yang juga berarti mengalahkan keinginan diri
untuk kepentingan orang lain.
Ketika orang-orang agresif mempertahankan hak-haknya, mereka akan melakukan
dengan “seenaknya sendiri”, bahkan sampai mempermalukan orang lain. Untuk
orang-orang dengan perilaku agresif, yang penting baginya adalah menang dalam
segala hal atau kesempatan.
Lebih jauh, perilaku agresif akan menimbulkan reaksi agresif pula dari orang
lain yang menerima perlakuan tersebut. Setiap orang akan marah bila
diperlakukan kasar. Walaupun, orang-orang dengan perilaku agresif akan
mendapatkan apa yang mereka inginkan, tetapi mereka sulit menerima
respek/penghargaan diri dari orang lain /lingkungannya. Konsekuensi sosial lain
yang diperoleh orang agresif juga hampir sama dengan orang non asertif, yaitu
mereka tidak mampu mengadakan hubungan antar pribadi yang hangat, tulus dan
setara. Hubungan yang biasanya mereka bina cenderung berwarna “atasan-bawahan”
atau “penguasa-yang dikuasai”. Mereka akan banyak menemui konflik-konflik
terbuka yang bahkan dapat bersifat destruktif.
Secara psikologis, mereka juga bukan orang yang dapat memiliki konsep diri
yang positif dan merasa nyaman akan kondisi mereka. Mereka selalu tidak puas
akan apa yang mereka peroleh dan akhirnya sering merasa tidak puas terhadap
diri sendiri. Orang-orang agresif sering memandang orang lain tidak semampu
dirinya, sehingga kegagalan yang terjadi sering dianggap lebih disebabkan orang
lain. Kondisi psikologis orang-orang yang cenderung emosional ini dapat
berakibat buruk pada kesehatan mereka. Mereka cenderung susah tidur, tekanan
darah tinggi, syaraf yang sering berada pada kondisi tegang. Tetapi sebenarnya,
pihak yang paling banyak menerima masalah ini bila berinteraksi dengan
orang-orang agresif adalah orang lain. Kebanyakan dari mereka merasa
harus bersitegang terus dengan orang-orang agresif bila harus mempertahankan
hak mereka.
Sedangkan perilaku non asertif memiliki karakteristik yaitu menampilkan
perilaku untuk menghindari penolakan dari orang lain. Mereka takut ditolak.
Walaupun pada akhirnya orang-orang demikian tetap sulit diterima dalam suatu
lingkungan sosial. Orang-orang non asertif biasanya juga mengalami hambatan
dalam membina hubungan antar pribadi yang hangat dan setara.
Kebutuhan-kebutuhan yang tidak diekspresikan menimbulkan ketidakpercayaan di
antara dua orang yang saling mencintai.
Konsekuensi praktis yang dialami orang-orang non asertif antara lain: mereka
banyak menumpuk barang yang tidak diperlukan hanya karena mereka tidak bisa
menghindar dari penjual yang merayunya; mereka meminjamkan barang yang tidak
ingin mereka pinjamkan dan setelah itu tidak berani untuk memintanya kembali;
mereka pergi ke pesta padahal mereka tidak ingin datang, melakukan percakapan
lama dengan orang-orang yang tidak mereka inginkan, bahkan mereka juga menikah
dengan orang yang bukan pilihannya melainkan pilihan orang lain. Pendek kata,
orang-orang non asertif “membayar lebih” untuk kehidupan yang tidak ia sukai.
Source:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar