Rabu, 19 Maret 2014

ASERTIF

A.    Definisi
Asertif berasal dari kata asing to assert yang berarti menyatakan dengan tegas. Menurut Lazarus (Fensterheim, l980), pengertian perilaku asertif mengandung suatu  tingkah laku yang penuh  ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung yang antara lain meliputi : menyatakan hak-hak pribadi, berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut, melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi. Sedangkan Taumbmann (l976) menyatakan bahwa asertif adalah suatu pernyataan tentang perasaan, keinginan dan kebutuhan pribadi kemudian menunjukkan kepada orang lain dengan penuh percaya diri. Alberti dan Emmons (Gunarsa, S.D. l98l) mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku asertif adalah mereka yang menilai bahwa orang boleh berpendapat dengan orientasi dari dalam, dengan tetap memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak orang lain. Mereka umumnya memiliki kepercayaan diri yang kuat.  Menurut Rathus (l986) orang yang asertif adalah orang yang mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain.  Orang asertif mampu menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain.


Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya. Fensterheim  menyatakan bahwa seseorang dikatakan asertif hanya jika dirinya mampu bersikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangannya pada pihak lain sehingga tidak merugikan atau mengancam integritas pihak lain.
Baer menyatakan bahwa asertivitas merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mengemukakan pendapat, saran, dan keinginan yang dimiliknya secara langsung, jujur dan terbuka pada orang lain. Orang yang memiliki sikap asertif adalah orang yang memiliki keberanian untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan hak-hak pribadinya, serta tidak menolak permintaan-permintaan yang tidak beralasan. Asertif bukan hanya berarti seseorang dapat bebas berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya, juga di dalam asertivitas terkandung berbagai pertimbangan positif mengenai baik dan buruknya suatu sikap dan perilaku yang akan dimunculkan.

Periaku asertif merupakan pengembangan pribadi yang positif. Tercapainya pembentukan pribadi yang asertif akan mengantar seseorang pada eksistensi diri yang secara mental mantap dan seimbang. Menurut Docker (1990), perilaku asertif merupakan perilaku yang jujur (terus terang), langsung dan ekspresi yang penuh penghargaan terhadap pikiran, perasaan, dan keinginan dengan mempertimbangkan perasaan dan hak-hak orang lain. Inti dari perilaku asertif adalah (1) mempertahankan hak, (2) mengekspresikan diri, (3) langsung, terbuka dan jujur, dan (4) menghargai hak orang lain.

B.  Perbedaan antara perilaku asertif, agresif dan non asertif 
Perilaku asertif, sangat  berbeda dengan perilaku agresif dan perilaku non asertif, hanya saja perilaku asertif berada pada posisi di antara dua perilaku ekstrim, yakni  antara perilaku agresif dan perilaku non asertif. Inti dari perilaku asertif adalah berkomunikasi secara langsung dan jujur. Perilaku agresif adalah menguasai atau mendominasi dan inti perilaku non asertif adalah menghindari konflik yang juga berarti mengalahkan keinginan diri untuk kepentingan orang lain.

Ketika orang-orang agresif mempertahankan hak-haknya, mereka akan melakukan dengan “seenaknya sendiri”, bahkan sampai mempermalukan orang lain. Untuk orang-orang dengan perilaku agresif, yang penting baginya adalah menang dalam segala hal atau kesempatan.

Lebih jauh, perilaku agresif akan menimbulkan reaksi agresif pula dari orang lain yang menerima perlakuan tersebut. Setiap orang akan marah bila diperlakukan kasar. Walaupun, orang-orang dengan perilaku agresif akan mendapatkan apa yang mereka inginkan, tetapi mereka sulit menerima respek/penghargaan diri dari orang lain /lingkungannya. Konsekuensi sosial lain yang diperoleh orang agresif juga hampir sama dengan orang non asertif, yaitu mereka tidak mampu mengadakan hubungan antar pribadi yang hangat, tulus dan setara. Hubungan yang biasanya mereka bina cenderung berwarna “atasan-bawahan” atau “penguasa-yang dikuasai”. Mereka akan banyak menemui konflik-konflik terbuka yang bahkan dapat bersifat destruktif.
Secara psikologis, mereka juga bukan orang yang dapat memiliki konsep diri yang positif dan merasa nyaman akan kondisi mereka. Mereka selalu tidak puas akan apa yang mereka peroleh dan akhirnya sering merasa tidak puas terhadap diri sendiri. Orang-orang agresif sering memandang orang lain tidak semampu dirinya, sehingga kegagalan yang terjadi sering dianggap lebih disebabkan orang lain. Kondisi psikologis orang-orang yang cenderung emosional ini dapat berakibat buruk pada kesehatan mereka. Mereka cenderung susah tidur, tekanan darah tinggi, syaraf yang sering berada pada kondisi tegang. Tetapi sebenarnya, pihak yang paling banyak menerima masalah ini bila berinteraksi dengan orang-orang agresif  adalah orang lain. Kebanyakan dari mereka merasa harus bersitegang terus dengan orang-orang agresif bila harus mempertahankan hak mereka.

Sedangkan perilaku non asertif memiliki karakteristik yaitu menampilkan perilaku untuk menghindari penolakan dari orang lain. Mereka takut ditolak. Walaupun pada akhirnya orang-orang demikian tetap sulit diterima dalam suatu lingkungan sosial. Orang-orang non asertif biasanya juga mengalami hambatan dalam membina hubungan antar pribadi yang hangat dan setara. Kebutuhan-kebutuhan yang tidak diekspresikan menimbulkan ketidakpercayaan di antara dua orang yang saling mencintai.

Konsekuensi praktis yang dialami orang-orang non asertif antara lain: mereka banyak menumpuk barang yang tidak diperlukan hanya karena mereka tidak bisa menghindar dari penjual yang merayunya; mereka meminjamkan barang yang tidak ingin mereka pinjamkan dan setelah itu tidak berani untuk memintanya kembali; mereka pergi ke pesta padahal mereka tidak ingin datang, melakukan percakapan lama dengan orang-orang yang tidak mereka inginkan, bahkan mereka juga menikah dengan orang yang bukan pilihannya melainkan pilihan orang lain. Pendek kata, orang-orang non asertif “membayar lebih” untuk kehidupan yang tidak ia sukai.
Source:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar